Makassa, Bataramedia.id – 22 Oktober 2025, sebanyak empat anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Bone menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, terkait kasus dugaan korupsi dana pokok pikiran (Pokir) dalam APBD Tahun Anggaran 2024.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyidikan terhadap seluruh 23 anggota Banggar DPRD Bone periode 2019–2024. Penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap 13 anggota DPRD Bone pada pekan ini, sementara 10 sisanya akan diperiksa pekan depan.
Sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati Sulsel juga telah memeriksa sejumlah pejabat eksekutif, termasuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bone dan beberapa kepala dinas. Pemeriksaan difokuskan pada mekanisme penganggaran Pokir saat penetapan APBD, dugaan praktik jual beli Pokir, serta potensi penyimpangan dalam pelaksanaan program-program aspirasi tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, saat dikonfirmasi media membenarkan adanya pemeriksaan tersebut.
“Ya, benar. Hari ini bidang Pidsus melakukan pemeriksaan terhadap beberapa anggota DPRD Bone. Tadi kami cek, ada beberapa legislator yang sedang diperiksa di ruang penyidik lantai 5,” ujar Soetarmi di Gedung Pidsus Kejati Sulsel, Makassar.
Kasus ini mencuat berkat laporan dari Tim Advokasi Lembaga Anti Penyelewengan (LAP) yang mencurigai adanya praktik penyelewengan dalam penggunaan dana Pokir. Dugaan mengarah pada pengalokasian anggaran yang tidak sesuai prosedur serta indikasi mark-up dalam realisasi kegiatan di lapangan.
Ketua Umum Laskar Arung Palakka, Andi Akbar Napoleon, mendesak Kejati Sulsel untuk serius mengusut kasus ini hingga tuntas.
“Kami meminta penyidik Pidsus untuk mengungkap dan menuntaskan kasus korupsi Pokir ini. Ini gurita yang harus dibongkar sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Ia juga meminta Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin, untuk mengevaluasi seluruh penyidik Pidsus Kejati Sulsel jika ditemukan indikasi kelalaian atau upaya memperlambat penanganan perkara.
“Kami ingin penegakan hukum yang bersih dan berintegritas. Jangan ada main mata dalam kasus ini,” tambahnya.
Para pemerhati korupsi mencatat bahwa praktik penggelembungan anggaran, penyisipan proyek-proyek siluman dalam APBD, hingga intervensi pelaksanaan program oleh oknum anggota dewan, TAPD, dan pihak ketiga, merupakan pola lama yang terus berulang. Proyek-proyek tersebut kerap dibungkus dalam skema Pokir demi kepentingan pribadi dan politik.
Penyidikan ini dinilai sebagai momentum penting untuk membongkar akar sistem korupsi anggaran aspirasi di tingkat daerah. Diharapkan, Kejati Sulsel dapat menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk untuk reformasi total dalam pengelolaan anggaran publik.
Masyarakat Bone kini menaruh harapan besar pada Kejati Sulsel agar pemeriksaan ini tidak berujung pada kompromi politik. Transparansi dan integritas aparat penegak hukum menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Kasus ini juga menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Agung RI dalam menunjukkan konsistensinya menegakkan hukum hingga ke daerah. Penanganan tegas dan adil diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik serta memberi efek jera bagi para pelaku penyimpangan dana publik.